Thursday, 27 January 2022

"KALAM LANGIT BERDARAH"

Iqomat dikumandangkan, tinggal satu shaf tersisa waktu itu, melihat jamaah yang lumayan
ramai di masjid seakan kami berlomba untuk shaf pertama, dan aku tentunya tidak ingin
kalah dari mereka, tinggal satu shaf itu saja, shaf pertama paling pojok, selainnya penuh
terjejer orangorang

yang disholawatkan Allah, ya shaf pertama itu salah satu fadhilahnya
kan dapet sholawat dari Allah. Ku percepat langkah, hampir berlari bahkan, hampir
menyerepet jemaah lain, hampir! Menyalip satu persatu sainganku, hanya untuk memburu
shaf yang tinggal sejatah itu, semakin dekat, tinggal beberapa langkah lagi, sudah ku yakin
tidak ada yang mendahuluiku, sudah lega, sudah bahagia, ah shaf pertama! Aku padamu!
dan tinggal tiga langkah lagi ku dapatkan dirimu. Dan.... dan... dan.. "jleebb!!!" seorang
pemuda mendahului langkahku, wajahku merah meradang, kecewa seakan ingin
menerjang, "aaarggh!!" Marah batinku, "awas!!" Tambah lisanku sirr kepada pemuda
menjengkelkan itu. "Hmmmm! Ya sudah, ashar ini kayaknya nggak dapet rizki shaf pertama,
besok harus!" Mencoba menenenangkan diri sebelum imam takbir, dan "Allahu Akbar!"
Takbirlah Imam, kami pun takbir. Seusai salam, dzikir, doa, jamaah pun bubar, ku sapa
pemuda yang tadi mendahului langkahku, dengan salam yang masih bernadakan
kejengkelan, "Waalaikumussalam warohmatullah wabarokatuh.." dia pemuda berwajah
kearabaraban,

tinggiku hampir sama, kayaknya agamis, membalas kebaikan dengan
kebaikan yang lebih baik, menjawab salam singkat dengan salam yang lebih lengkap, dia
senyum bahkan, tenang senyumnya, mampu mengguyur damai kejengkelan yang tadi
sempat terpatri perasaan.

"Ana Rizki, Muhammad Rizkillah, masmukum?" Bukaku.

"Benim adim Husain, Husain bin Ali.." jawabnya dengan bahasa yang ku kira bahasa korea.

"Korea?"

"Hehe.. turkish!" Jawabnya nyengir.

"Oooh.."

Niat awalku hanya ingin sekedar berkenalan dengan pemuda itu, hanya sekedar, tapi
setelah beberapa pertanyaan, beberapa kata berkalam, dia asik juga ternyata, dia seorang
pendatang dari pulau seberang, pagi tadi baru sampai di sini katanya, ahlul bait juga,
alatthas marganya, "waah.. laqoitu dzurriyatannabiy!"* Ceriaku padanya, "hehe.. biasa aja!"
Jawabnya, ku yakin dia lebih faham bahasa arab, tapi tadi dia juga sempat ngomong turkish
juga, kan? Bisa ngomong berapa bahasa ya ni orang? Tak sempat bertanya dia mendahului
pikiranku untuk berpamitan, "saya pergi dulu, mau rapikan isi rumah! Assalamualaikum
warohmatullah wabarokatuh!" Diapun beranjak, melihat diriku yang malah masuk lagi ke
dalam masjid malah bertanya, "antum nggak pulang?" Tundanya.

"Nggak, ana kebetulan ikut tahfiz di masjid ini!"

"Ooooh.." dia tersenyum, kemudian melanjutkan langkahnya, menaiki sepeda motor, dan
pergi dari pandangan. Aku lupa menanyakan alamat rumahnya.

*ketemu keturunan nabi

Esoknya, ternyata kami dipertemukan kembali, di masjid lagi, namun tidak untuk perburuan
shaf pertama, soalnya sore itu kami berdua sudah sigap berdiri disana, kali ini dia diam di
masjid juga, setelah ku tanya, "ikut tahfiz juga kayak antum!" Jawabnya ramah,
"sajjaltasmak 'indal ustadz?"* Lanjutku. "Iya, tadi udah daftar sama ustadznya sebelum
ashar.." jawabnya lagi.
Memang aturan formal bagi murid baru yang ingin bergabung di halaqoh tahfiz biasanya
gitu, daftar dulu.

"Kam juzu' hafizht?"** Bukanya.

"Hehee... baru lima juz, akh!" Jawabku nyengir, malu menjawab dua puluh juz, soalnya
belum mateng semua, belum kuat nempelnya di kepala.

"Waaaaah... kalah dong saya!" Sedikit jengkel dia.

"Emang antum hafalannya berapa?" Balasku.

"Baru empat juz, akh. Tapi udah niat selesein semua 5 bulan ini, mudahan bisa, inshaAllah!"
Terlihat kilatan semangat di matanya, tak mau kalah, ku jawab "waah, ana juga udah niat
selesein semua dalam 4 bulan ini!"

Hehe.. Sebenarnya agak ragu juga bilang gitu, soalnya yang dua puluh juz ini saja sudah
lebih empat tahun baru bisa di capai, ratarata murid-murid di sini juga selesainya lima
sampai enam tahun. Tapi untuk mengobati gengsi, nyambukin diri dengan motivasi, tak ada
salahnya menyemangati diri seperti ini. Tapi kalo di lihat apa memang mampu 30 juz ini
diselesaikan dalam 5 bulan? Kalo setoran 2 lembar perhari mungkin bisa, bisa lebih cepat
bahkan. Semakin penasaran sama si husain.

*udah daftar ke ustadz? **udah hafal berapa juz?

"Eh, lupa nanya kemarin, antum tinggal dimana?" Tanyaku.

"Antum tau minimarket yang deket TPA?" Balasnya bertanya yang ku jawab dengan
anggukan singkat.

"Seratus meter dibelakang minimarket tepat rumah saya!" Jelasnya.

"Oooh.. iya, tau!" "Mmmm... Bukannya disana rumah ustadz jazuli juga?"

"Hehe.. bener bener, nggak nyangka juga beliau ternyata tetanggaan sama saya!"

"Antum bisa setoran tiap hari dong sama beliau!" Seruku dengan nada sedikit cemburu.

"Iya, inshaAllah. Udah rencana juga buat bilang gitu ke beliau!" Jawabnya santai, tapi dia
nggak tau kalo lawan bicaranya sedikit cemburu, saya memang gampang cemburu kalo
dalam hal kebaikan, apalagi ini dalam hal menghafal alqur'an, sentimen kecemburuan bisa
cepet terbang! :)

coba ku tes hafalan teman baruku ini, "tes hafalan antum, akh! Bagus apa nggak bacaan
antum!" Kataku sedikit meremehkan. "Bismillah..." jawabnya. Dia selalu menjawab ramah
tiap kali ku tanya, tiap kali ku ajak bicara, terlihat memang ahlak tinggi dia junjung ketika
bergaul dengan sesama, salah satu ciri ahlul bait memang begitu, sopan santun mereka
selalu indahkan.

Ku bukakan juz tiga, "Bismillahirrahmanirrahim" tepat di dalam kisah Siti Maryam, "( يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي
لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ ), ayat ke43
Ali Imron, dia pun berta'awwudz, saya malu sendiri
karena tadinya tidak memulai dengan ta'awwudz, masuk basmalah, suaranya merdu juga,
tau lagu kurdi dia, hijaz juga, hampir semerdu muzammil hasbalah bacaannya, jelas tajwid
makhrojnya, lancar juga hafalannya, "MashaAllah ni orang" komentar hatiku.
Ku biarkan dia terus membaca, sampai akhirnya dia berhenti sendiri, "akh, udah hampir
habis juz tiga!" Tegurnya.

"Hehee.. antum mashaAllah... suaranya, tajwidnya, makhrojnya, hapalannya, indah semua,
lancar, enak di denger telinga!" Jawabku terkesan.

"Antum tau Muzammil Hasbalah?" Ku coba tanyakan imam muda yang sedang booming
karena indah suaranya, mungkin dia kenal.

"Siapa tuh? Murid juga di sini?" Jawabnya.

"Hahaa... Bukan, suaranya sebelas dua belas sama suara antum! Enak bener di denger!"

"Nggak tau siapa itu orang!"

"Coba cari di YouTube ntar, cari namanya, udah ada banyak tilawahnya sana!"

"InshaAllah, coba ntar saya lihat!" Jawab si hussain.

Tak lama ustadz jazuli, mustami' kami datang juga, beliau tadi sebenarnya sudah di sini, tapi
mungkin karena ada sesuatu keluar lagi.
Kami pun mendekat kepada tempat beliau duduk, membuat halaqoh seperti biasa,
membuka majlis dengan doa, kemudian menyiapkan hafalan masingmasing
kami, dan si hussain alatthas, mendahului diriku untuk biasa menjadi penyetor pertama. Berdesirlah jiwa cemburu itu, harus besok ku usahakan tak terulang lagi. Tiga bulan setelah pertemuan dengan teman ahlulbaitku, ya si husain, kami semakin akrab, menjadi sahabat bahkan. Tidak di masjid, kami di rumah saling simakan, kadang di rumahku, kadang juga di rumahnya, dia ternyata serius dengan katakatanya, kau tau berapa juz yang bisa ia hafal setelah tiga bulan ini? dua puluh satu juz keseluruhannya.
Wow, kan? Heran? Tentu. Dua halaman istiqomah dia setor setiap harinya.
Sedang hafalanku, menyedihkan! itu hanya bertambah lima juz saja. :'( innalillah.
Heran dengan semangat si husain, akhirnya mulailah aku sering menginap di rumahnya,
mungkin saja dia punya amalan rahasia, yang bisa menshortcut
tiap ayat qur'an supaya cepat masuk ke kepala.
Tapi ternyata tidak, tidak ada amalan spesial pada dirinya, sholat pardhu biasa, diiringi
rawatib, dzikir doa, cuman itu, kesehariannya pun tidak ada istilah yang anehaneh,
aku pun mengira dia punya segudang wirid di tiap dzikirnya.
Tapi taukah? Setiap dia udah megang yang namanya qur'an, dia kayak orang yang emang
jatuh cinta, kadang senyum sendiri, habis di baca satu surat, qur'annya dia cium, natap
qur'annya senyum. Ngantuknya sering di tahen, tidurnya larut malem, sedikit waktu tidurnya
dia.

Pernah ku tanya akan semangatnya, jawabannya apa?

"Akh, antum tau qur'an itu dari siapa? Turun lewat perantara siapa? Diturunkan kepada
siapa? Di tanah mana? Kapan waktunya?" Matanya seperti berkacakaca.

"Inilah qur'an!!" Sambil mengangkatnya setinggi pundak.

"Diturunkan dari Sang Maha Mulia (Allah), lewat perantara malaikat termulia (Jibril), kepada
makhluk termulia (Nabi Muhammad), di tanah yang paling mulia (makkah), pada waktu yang
mulia juga (ramadhan)!!"

Hatiku bergetar mendengar katakatanya,

"Saya berharap, dengan kitab yang mulia ini, dengan menghafal ayat demi ayat ini, saya
bisa mengikat diri dengan Allah, di cintai Allah dan rasulullah, jaddiy, kemudian Allah
masukkan saya ke dalam golongan orang yang dimuliakanNya juga, berkumpul dengan
mereka kelaknya di surga!" Kemudian dia diam, terisak sahabatku itu.

"Saya juga punya niat untuk membumikan qur'an, akh!" Lanjutnya.

"Saya ingin anak-anak

muslim di dunia menghafal tiap bait firman Tuhannya, mendalami,
kemudian dijadikan pegangan dalam kehidupan mereka!"
Malu mendengar katakata
si husain, dia faham betul siapa sebaik manusia, sebaik mereka
adalah yang mempelajari qur'an dan mengajarkannya, dan dia tidak lagi memikirkan
keselamatan diri dan keluarga, dia memikirkan keselamatan ummatnya, ummat nabinya,
ummat manusia.

"Kagum padamu, sain!" Batinku.

Sedang aku, motivasiku menghafal qur'an baru sekedar membuat orang tua bangga, ingin
membalas tiap jerih payah mereka, motivasiku hanya itu, tak lebih. Tapi jawaban hussain
tadi betul-betul membuka pikirannku, ingin senada dengan mimpinya, ingin sekata dengan
tujuannya.

"Jazakumullah khairul jaza', akh. Antum udah ngebuka fikiran ana bahwa segalanya berawal
dari cinta, segalanya tertanam atas cinta, agar buahnya pun memang membuahkan cinta!"
Sekenaku berterimakasih padanya. Dari sana aku mengerti, bahwa sesuatu jika memang
didasarkan cinta, akan dimudahkan pula dalam prosesnya, termasuk di sini menghafal,
hussain menyadarkanku akan pentingnya menanam cinta untuk alqur'an..

"Bismillah, yuk. Geber lagi hafalannya, akh!!" Menyadarkan lamunku.

"Yoi, bismillah!!".

"Sebut semua surat yang berawal "ha mim"!!" Dia ngetes sambil cengingikan.

"Mmmm... mmm.. azzukhruf, addukhan..." melihatku Lama berpikir dia cerobot semuanya.

"Ah, pelan antum!" Candanya..

Kami pun tertawa bersama. 􀀀

Mendekati bulan ke empat, hussain sudah sehafal denganku, dua puluh tujuh juz. Masih
dengan semangatnya yang tak padam, masih dengan hafalanku yang paspasan,
masih dengan ustadz jazuli tempat simakan, masih dengan angan untuk menjadi penjaga kalam
Tuhan, jaga semangat kami, ya Rabb. ☝☝☝
Hussain sudah menjelma menjadi andalan di tempat tahfiz kami, jauh meninggalkanku,
meninggalkan semua pemudapemuda
seusianya, menjadi pengganti ustadz jazuli juga jika
ustadznya ada halangan hadir, bahkan ketika hadir pun, sering kali sang ustadz menyuruh
kami untuk simakan dengan hussain.

"Wah, empat bulan yang lalu antum masih lugu-lugunya,
akh. Sekarang udah jadi mustami',
sering gantiin ustadz malah!!" Gatel seorang teman tahfiz kepada si hussain. Namun dia
hanya menyambut dengan tawa, sambil mengucap hamdalah dengan cerianya.
Hanya melihat dengan bangga sahabatku itu, kalo saja dia nggak ada, mungkin hafalanku
masih terbengkalai juga, masih tertunda dengan kemalasan yang tak ada guna. Nambah
delapan juz selama empat bulan itu lumayan untukku. :)

Dua minggu lagi genap lah lima bulan, hussain sudah melahap habis hafalannya, dan sore
ini, bakalan jadi setoran terakhirnya. Sedang aku, Hmmmm... masih bertarung dengan
lambatnya, masih harus mengalahkan malasnya, juz dua puluh delapan setengah. 􀀀

"Alhamdulillah, ana udah selesai hafalannya, akh!!!" 􀀀 begitu dia mengirim sms siang itu.

"Congrats.. 􀀀􀀀􀀀􀀀􀀀Barokallah fikum, akh!" Balasku singkat.

Bangga, iya. Cemburu, tentu! Marah? Pada diri yang kalah semangat juga gitu! Hsssssh..

"Kita sambilan syukuran di masjid sore ini, akh!!" Dia ternyata membalas kembali.

"Wow.. masyi ya sidi!!"* Girang ku klik tombol "send" di smartphoneku.

*oke tuanku.

Dan tibalah waktu ashar, aku menjadi orang pertama yang hadir di masjid tempat kami tahfiz
itu, setelah muazzin tapi, kemudian langsung mengambil tempat duduk favoriteku,
yah shaf pertama. Hehe.
Kemudian datang beberapa orang jamaah.
Dikumandangkanlah azan, undangan untuk memenuhi acara terbaik untuk menghambahkan
diri kepada Tuhan.
Selesai azan, aku berdiri sholat qobliyah, selepasnya mengulang hafalan yang akan
disetorkan hari ini, belum ada tandatanda
kedatangan si hussain. Aku kembali asik dengan
hafalanku, dengan qur'an kecilku.
Entah mengantuk atau kenapa, tibatiba
saja qur'an kecil itu jatuh dari gengamanku,
bersamaan dengan itu hati pikiran langsung tertuju kepada hussain, sahabatku, dan ketika
akan ku ambil, terdengarlah suara lecutan ban mobil yang bergesekan dengan aspal, di
susul suara tabrakan keras di seberang jalan.
"Innalillah!!!!!!!" Beberapa jamaah terkejut dan berteriak.
Hampir kami semua berhamburan keluar, penasaran dengan suara keras tadi.
Pikiranku hanya tertuju sahabatku, hussain, mudahan bukan dia. Pikiranku hanya ingin
melihat bahagia khataman sahabatku, mudahan bukan dia. Pikiranku ingin menikmati
syukuran dari sahabatku, mudahan bukan dia. Ini hari setoran akhirnya, hari ini hari
bahagianya, hari ini hari khatamannya!

"YA ALLAAAAAAH!!! HUSSAAIIIN!!!" Teriakku histeris melihat sahabatku terkapar
bersimbah darah.

"HUSSAAIIIN!!!" Mengeluarkan badanya yang masih terhimpit di antara motor dan mobil
jeep yang penyok.

"Ya ALLAH!!" Sallim ya Rabbi!!" Meneriakkan doa di tengah khawatirku akan sahabatku.

"YA ALLAAAAH!!!" tangisku semakin hebat melihat sahabatku bisu dengan wajah yang
terlumuri darah.

Ku bopong dia menuju mobil yang sudah sigap membawanya ke rumah sakit terdekat.
Yang membuat tangisku semakin pecah adalah lisannya yang mentartil haru ayatayat
suci, walaupun lemah, sayup, aku menangkap suaranya "aku dengar jelas itu, sahabat!!! Aku
dengar!!!" Ya Allaaah!" Teriakku.

يَا،،،، أَيَّتُهَا،،، النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
ارْجِعِي،،، إِلَىٰ رَبِّك،،ِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي،،
*،،، وَادْخُلِي جَنَّتِي

Cepat ku masukkan tubuh lemasnya ke dalam mobil, tetap ku pegang tubuhnya yang masih
mengalirkan darah segar sahabatku malang. Ku perhatikan haru wajah sahabatku itu,
liisannya tak bergerak lagi, lisannya bisu di penghujung surat alfajr. Aku tau makna ayat itu,
aku faham isi ayat itu.

"Ya Allah, apa kau akan memisahkanku dengan sahabatku pemuda pejuang kalamMu, apa
kau akan memisahkanku dengan pecinta tiap firmanMu, apakah harus sesingkat ini
pertemuan itu!!??"

Tamat..

"KALAM LANGIT BERDARAH"
*Surat alfajr 2730
Hai jiwa yang tenang
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya
Maka masuklah ke dalam jama'ah hambahambaKu,
masuklah ke dalam surgaKu.

Welcome to our Blog

Pramuka Update

Popular Post

- Copyright © Dewan Kerja Ranting Bendosari -All Rights Reserved- Powered by Blogger - Designed by dkr bendosari -

Notifikasi :

1. Baca Basmallah.

2. Klik 2x untuk memilih menu

3. Selamat Mencari Ilmu.

4. Maaf jika ada kekurangan.

5. Semoga Bermanfaat.

............

Admin