Wednesday, 24 June 2015
Sejarah
SAR Nasional
Lahirnya
organisasi SAR di Indonesia yang saat ini bernama BASARNAS diawali dengan
adanya penyebutan ?Black Area? bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi
SAR
Dengan
berbekal kemerdekaan, maka tahun 1950 Indonesia masuk menjadi anggota
organisasi penerbangan internasional ICAO (International Civil Aviation
Organization). Sejak saat itu Indonesia diharapkan mampu menangani musibah
penerbangan dan pelayaran yang terjadi di Indonesia.
Sebagai
konsekwensi logis atas masuknya Indonesia menjadi anggota ICAO tersebut, maka
pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1955 tentang Penetapan
Dewan Penerbangan untuk membentuk panitia SAR. Panitia teknis mempunyai tugas
pokok untuk membentuk Badan Gabungan SAR, menentukan pusat-pusat regional serta
anggaran pembiayaan dan materil.
Sebagai
negara yang merdeka, tahun 1959 Indonesia menjadi anggota International
Maritime Organization (IMO). Dengan masuknya Indonesia sebagai anggota ICAO dan
IMO tersebut, tugas dan tanggung jawab SAR semakin mendapat perhatian. Sebagai
negara yang besar dan dengan semangat gotong royong yang tinggi, bangsa
Indonesia ingin mewujudkan harapan dunia international yaitu mampu menangani
musibah penerbangan dan pelayaran.
Dari
pengalaman-pengalaman tersebut diatas, maka timbul pemikiran bahwa perlu
diadakan suatu organisasi SAR Nasional yang mengkoordinir segala
kegiatan-kegiatan SAR dibawah satu komando. Untuk mengantisipasi tugas-tugas
SAR tersebut, maka pada tahun 1968 ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor T.20/I/2-4 mengenai ditetapkannya Tim SAR Lokal Jakarta yang
pembentukannya diserahkan kepada Direktorat Perhubungan Udara. Tim inilah yang
akhirnya menjadi embrio dari organisasi SAR Nasional di Indonesia yang dibentuk
kemudian.
Pada
tahun 1968 juga, terdapat proyek South East Asia Coordinating Committee on
Transport and Communications, yang mana Indonesia merupakan proyek payung
(Umbrella Project) untuk negara-negara Asia Tenggara. Proyek tersebut ditangani
oleh US Coast Guard (Badan SAR Amerika), guna mendapatkan data yang diperlukan
untuk rencana pengembangan dan penyempurnaan organisasi SAR di Indonesia.
Kesimpulan
dari tim tersebut adalah :
Perlu
kesepakatan antara departemen-departemen yang memiliki fasilitas dan peralatan;
Harus
ada hubungan yang cepat dan tepat antara pusat-pusat koordinasi dengan pusat
fasilitas SAR;
Pengawasan
lalu lintas penerbangan dan pelayaran perlu diberi tambahan pendidikan SAR;
Bantuan
radio navigasi yang penting diharapkan untuk pelayaran secara terus menerus.
Dalam
kegiatan survey tersebut, tim US Coast Guard didampingi pejabat - pejabat sipil
dan militer dari Indonesia, tim dari Indonesia membuat kesimpulan bahwa :
Instansipemerintah
baik sipil maupun militer sudah mempunyai unsur yang dapat membantu kegiatan
SAR, namun diperlukan suatu wadah untuk menghimpun unsur-unsur tersebut dalam
suatu sistem SAR yang baik. Instansi-instansi berpotensi tersebut juga sudah
mempunyai perangkat dan jaringan komunikasi yang memadai untuk kegiatan SAR,
namun diperlukan pengaturan pemanfaatan jaringan tersebut.
Personil
dari instansi berpotensi SAR pada umumnya belum memiliki kemampuan dan
keterampilan SAR yang khusus, sehingga perlu pembinaan dan latihan.
Peralatan
milik instansi berpotensi SAR tersebut bukan untuk keperluan SAR, walaupun
dapat digunakan dalam keadaan darurat, namun diperlukan standardisasi
peralatan.
Hasil
survey akhirnya dituangkan pada ?Preliminary Recommendation? yang berisi
saran-saran yang perlu ditempuh oleh pemerintah Indonesia untuk mewujudkan
suatu organisasi SAR di Indonesia.
Berdasarkan
hasil survey tersebut ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1972 tanggal
28 Februari 1972 tentang pembentukan Badan SAR Indonesia (BASARI). Adapun
susunan organisasi BASARI terdiri dari :
Unsur
Pimpinan
Pusat
SAR Nasional (Pusarnas)
Pusat-pusat
Koordinasi Rescue (PKR)
Sub-sub
Koordinasi Rescue (SKR)
Unsur-unsur
SAR
Pusarnas
merupakan unit Basari yang bertanggungjawab sebagai pelaksana operasional
kegiatan SAR di Indonesia. Walaupun dengan personil dan peralatan yang
terbatas, kegiatan penanganan musibah penerbangan dan pelayaran telah
dilaksanakan dengan hasil yang cukup memuaskan, antara lain Boeing 727-PANAM
tahun 1974 di Bali dan operasi pesawat Twinotter di Sulawesi yang dikenal
dengan operasi Tinombala.
Secara
perlahan Pusarnas terus berkembang dibawah pimpinan (alm) Marsma S. Dono
Indarto. Dalam rangka pengembangan ini pada tahun 1975 Pusarnas resmi menjadi
anggota NASAR (National Association of SAR) yang bermarkas di Amerika, sehingga
Pusarnas secara resmi telah terlibat dalam kegiatan SAR secara internasional.
Tahun berikutnya Pusarnas turut serta dalam kelompok kerja yang melakukan penelitian
tentang penggunaan satelit untuk kepentingan kemanusiaan (Working Group On
Satelitte Aided SAR) dari International Aeronautical Federation.
Bersamaan
dengan pengembangan Pusarnas tersebut, dirintis kerjasama dengan negara-negara
tetangga yaitu Singapura, Malaysia, dan Australia.
Untuk
lebih mengefektifkan kegiatan SAR, maka pada tahun 1978 Menteri Perhubungan
selaku kuasa Ketua Basari mengeluarkan Keputusan Nomor 5/K.104/Pb-78 tentang
penunjukkan Kepala Pusarnas sebagai Ketua Basari pada kegiatan operasi SAR di
lapangan. Sedangkan untuk penanganan SAR di daerah dikeluarkan Instruksi
Menteri Perhubungan IM 4/KP/Phb-78 untuk membentuk Satuan Tugas SAR di KKR
(Kantor Koordinasi Rescue).
Untuk
efisiensi pelaksanaan tugas SAR di Indonesia, pada tahun 1979 melalui Keputusan
Presiden Nomor 47 tahun 1979, Pusarnas yang semula berada dibawah Basari,
dimasukkan kedalam struktur organisasi Departemen Perhubungan dan namanya
diubah menjadi Badan SAR Nasional (BASARNAS).
Dengan
diubahnya Pusarnas menjadi Basarnas, Kepala Pusarnas yang semula esselon II
menjadi Kepala Basarnas esselon I. Demikian juga struktur organisasinya
disempurnakan dan Kabasarnas membawahi 3 pejabat esselon II. Dalam
perkembangannya keluar Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 80 tahun 1998
tentang Organisasi Tata Kerja Basarnas, yang salah satu isinya mengenai pejabat
esselon II di Basarnas, yaitu :
Sekretaris
Badan;
Kepala
Pusat Bina Operasi;
Kepala
Pusat Bina Potensi
Basarnas
mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian, dan
pengendalian potensi SAR dalam kegiatan SAR terhadap orang dan material yang
hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam pelayaran
dan/atau penerbangan, serta memberikan bantuan dalam bencana dan musibah
lainnya sesuai dengan peraturan SAR nasional dan internasional. Secara jelas
tugas dan fungsi SAR adalah penanganan musibah pelayaran dan/atau penerbangan,
dan/atau bencana dan/atau musibah lainnya dalam upaya pencarian dan pertolongan
saat terjadinya musibah. Penanganan terhadap musibah yang dimaksud meliputi 2
hal pokok yaitu pencarian (search) dan pertolongan (rescue). Dalam melaksanakan
tugas penanganan musibah pelayaran dan penerbangan harus sejalan dengan IMO dan
ICAO.
TUGAS,
FUNGSI DAN SASARAN BASARNAS
- TUGAS POKOK
Dalam
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43Tahun 2005 Tentang Organisasi dan tata
kerja Departemen Perhubungan, Badan SAR Nasional mempunyai tugas pokok
melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian dan pengendalian potensi Search and
Rescue (SAR) dalam kegiatan SAR terhadap orang dan material yang hilang atau
dikhawatirkan hilang, atau menghadapi bahaya dalam pelayaran dan atau
penerbangan, serta memberikan bantuan SAR dalam penanggulangan bencana dan
musibah lainnya sesuai dengan peraturan SAR Nasional dan Internasional.
- FUNGSI
Dalam
melaksanakan tugas pokok tersebut di atas, Badan SAR Nasional menyelenggarakan
fungsi :
Perumusan
kebijakan teknis di bidang pembinaan potensi SAR dan pembinaan operasi SAR;
Pelaksanaan
program pembinaan potensi SAR dan operasi SAR;
Pelaksanaan
tindak awal;
Pemberian
bantuan SAR dalam bencana dan musibah lainnya;
Koordinasi
dan pengendalian operasi SAR alas potensi SAR yang dimiliki oleh instansi dan
organisasi lain;
Pelaksanaan
hubungan dan kerja sama di bidang SAR balk di dalam maupun luar negeri;
Evaluasi
pelaksanaan pembinaan potensi SAR dan operasi SAR
Pelaksanaan
administrasi di lingkungan Badan SAR Nasional.
- SASARAN PENGEMBANGAN BASARNAS
Dalam
rangka mewujudkan visi dan misi Basarnas, perlu dilaksanakan strategi- strategi
sebagai berikut :
Menjadikan
BASARNAS sebagai yang terdepan dalam melaksanakan operasi SAR dalam musibah
pelayaran dan penerbangan, bencana dan musibah lainnya;
Pembentukan
Institusi yang dapat menangani pendidikan awal dan pendidikan penataran di
lingkungan BASARNAS
Mengembangkan
regulasi yang mampu mengerahkan potensi SAR melalui mekanisme koordinasi yang
dipatuhi oleh semua potensi SAR;
Melaksanakan
pembinaan SDM SAR melalui pola pembinaan SDM yang terarah dan berlanjut agar
dapat dibentuk tenaga-tenaga SAR yang profesional.
Melaksanakan
pemenuhan sarana/ prasarana dan peralatan SAR secara bertahap agar dapat
menjadikan operasi tindak awal SAR yang mandiri, cepat, tepat, dan handal sesuai
ketentuan nasional dan internasional.
Melaksanakan
pendidikan dan pelatihan SAR melalui jenjang pendidikan sesuai dengan kebutuhan
dalam lingkungan BASARNAS.
Penciptaan
system sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyelenggaraan
operasi SAR
Mengembangkan
kerjasama dengan Pemda melalui FKSD, organisasi dan instansi berpotensi SAR,
balk dalam negeri maupun luar negeri dalam rangka pembinaan potensi SAR.
- PERALATAN SAR
Peralatan
SAR adalah merupakan bagian penting bagi res cuer ketika melaksanakan
pertolongan terhadap korban musibah dilapangan, sehingga dengan dukungan
peralatan yang memadai akan membantu proses pertolongan dan selanjutnya akan
meningkatkan prosentasi keberhasilan operasi.
Peralatan
SAR ini diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu:
1.
Peralatan perorangan
Terdiri
atas Peralatan pokok perorangan dan Peralatan pendukung perorangan;
2.
Peralatan beregu.
Terdiri
atas Peralatan pokok beregu dan Peralatan pendukung beregu;
Dengan
klasifikasi ini akan memberikan kemudahan dalam memilah ketika melakukan
penyimpanan maupun penyiapan untuk operasi.
Untuk
mendukung kegiatan dan operasi SAR, serta dalam rangka mendukung Siaga SAR,
Kantor-kantor SAR telah dilengkapi dengan peralatan SAR, meskipun belum dapat
memenuhi seluruh kebutuhan sesuai persyaratan mengingat keterbatasan anggaran
dan biaya operasional. Peralatan SAR masing-masing Kantor SAR sedikit berbeda jenis
maupun jumlahnya, tergantung lokasi dan kondisi setempat.
- PERALATAN KOMUNIKASI
Salah
satu komponen pfasilitas SAR yang memegang kunci peranan penting dalam
pelaksanaan kegiatan SAR adalah Sistem Komunikasi SAR. Sistem komunikasi ini
tidak lepas dari semua jenis peralatan komunikasi yang digunakan sebagai sarana
pertukaran informasi balk berupa voice maupun data dalam kegiatan SAR. Sistem
komunikasi yang digelar mempunyai fungsi:
1.
Jaringan Penginderaan Dini
Komunikasi
sebagai sarana penginderaan dini dimaksudkan agar setiap musibah pelayaran
dan/atau penerbangan dan/ atau bencana dan/ atau musibah lainnya dapat
dideteksi sedini mungkin, supaya usaha pencarian, pertolongan dan penyelamatan
dapat dilaksanakan dengan cepat. Oleh karena itu setiap informasi/musibah yang
diterima harus mempunyai kemampuan dalam hal kecepatan, kebenaran dan
aktualitasnya. Implementasi sistem komunikasi harus mengacu path peraturan
internasional yaitu peraturan IMO untuk memonitor musibah pelayaran dan
peraturan ICAO untuk memonitor musibah penerbangan.
Pada
tahun 1994 BASARNAS memperoleh bantuan pi njaman lunak dari pemerintah Kanada
untuk pengadaan peralatan monitoring musibah. Peralatan tersebut berfungsi
sebagai alat deteksi dini signal yang mengindikasikan lokasi musibah, alat-alat
tersebut adalah LUT (Local User Terminal) yaitu berupa perangkat stasiun bumi
kecil yang mengolah data dari Cospas dan SARSAT.
2.
Jaring Koordinasi
Komunikasi
sebagai sarana koordinasi, dimaksudkan untuk dapat berkoordinasi dalam mendukung
kegiatan operasi SAR baik internal antara Kantor Pusat BASARNAS dengan Kantor
SAR dan antar Kantor SAR, dan eksternal dengan instansi/ organisasi berpotensi
SAR dan RCCs negara tetangga secara cepat dan tepat.
3.
Jaring Komando dan Pengendalian
Komunikasi
sebagai sarana komando dan pengendalian, dimaksudkan untuk mengendalikan
unsur-unsur yang terlibat dalam operasi SAR.
4.
Jaring Pembinaan, Administrasi dan Logistik
Jaring
ini digunakan oleh BASARNAS untuk pembinaan Kantor SAR dalam pelaksanaan pembinaan
dan administrasi perkantoran.
Peralatan
komunikasi yang dimiliki BASARNAS dan Kantor SAR sebagai berikut :
Fixed
Line Telecommunication
Radio
Communication (HFNHF)
AFTN
Automatic message switching
Dengan
dilengkapinya radio VHF Air band dan Marine band, memungkinkan untuk memonitor
penerbangan dan pelayaran.
- PENYELAMATAN KORBAN TENGGELAM
Kasus
tenggelam cukup sering ditemukan, baik tenggelam dalam air tawar maupun air
laut. Kasus tenggelam sering terjadi pada anak kecil, atau orang dewasa.
Sebagai orang awam yang ingin menolong seseorang yang tenggelam, kami
memberikan tips sebagai berikut :
1.
Pastikan diri anda mempunyai kemampuan untuk menolong, bila tidak yakin dengan
kemampuan diri sendiri sebaiknya carilah bantuan." Lebih baik kehilangan
satu orang daripada kehilangan dua orang", maksudnya " Jangan
menambah korban lebih banyak".
2.
Segera menginformasikan kepada orang disekitar untuk mencari bantuan lanjutan.
3.
Pelajari situasi dan kondisi disekitar korban.
4.
Cari alat bantu untuk menyelamatkan korban, contoh : pelampung, ranting/kayu,
tali dan sebagainya
5.
Tahap berikutnya adalah tahap penyelamatan korban tanpa menggunakan alat
bantu.Dalam tahap ini dapat dilakukan langkah - langkah sebagai berikut :
·
Terjun ke air dengan mata tetap memandang posisi korban
·
Dekati korban ssuai dengan jarak tertentu dan mengajak berkomunikasi, untuk
kasus korban yang masih sadar, berikut ini adalah kutipan percakapan penolong
dengan korban :
"
Sebagai orang awam yang ingin menolong seseorang yang tenggelam, kami
memberikan tips sebagai berikut :
Duck
away
Leg
block
Arm
block
Elbow
lift
Untuk
korban yang mematuhi perintah, lakukan tehnik penyelamatan dengan cara :
Under
arm carry
Tired
swimmer carry
Wristow
Hip
carry
Hip
carry with pistol grip
Double
chin carry
Untuk
korban yang tidak mematuhi perintah maka biarkan korban sampai terlihat lelah,
setelah itu melakukan tehnik penyelamatan separti tehnik diatas.
Catatan
: Saat menarik korban untuk korban yang tidak bernafas diberi bantuan nafas
mulut ke hidung sebanyak 1 kali dengan hitungan pemberian nafas dengan jeda
htiungan ke - 9 hitungan (Ref : ADS International)
6.
Membawa korban ke darat dan letakkan ditempat yang aman.
7.
Mengecek kesadaran korban dengan cara mengoyang - goyangkan tubuh korban sambil
menegur korban.
8.
Selanjutnya dilakukan pertolongan dengan suatu rumusan sederhana yang mudah
diingat yaitu ABC. Hal ini diartikan sebagai :
A =
Airway ( Jalan nafas )
B =
Breathing ( Bernafas )
C =
Circulation ( Sirkulasi, Peredaran Darah yakni jantung dan pembuluh darah )
Untuk
kasus korban yang sadar tapi mengalami kesulitan bernafas maka dilakukan
langkah - langkah sebagai berikut :
Posisikan
korban pada posisi pulih atau posisi istirahat
Bersihkan
benda - benda yang menyumbat rongga mulut korban, contoh : gigi palsu, makanan
dll
Kembalikan
posisi normal, tekan dahi dan naikkan dagu ( posisi ini bertujuan untuk
memperlancar jalan nafas
Bila
diperlukan diberikan nafas buatan dua kali dari mulut ke mulut ( untuk
menghindari penularan penyakit, contoh Hepatitis, sebaiknya menggunakan alat
bantu pemberian nafas dari mulut ke mulut )
Untuk
korban yang tidak sadar, mempunyai nafas yang tidak kuat atau belum bernafas,
langkah - langkahnya sebagai berikut :
Pada
posisi normal dengan dagu terangkat sambil mengecek nadi di leher
Jika
tidak ada nadi maka dilakukan pertolongan ABC
Jika
nadinya kecil maka lakukan pertolongan AB + Supportive C, gunakan Algoritma
syok
Jika
nadinya cukup maka lakukan pertolongan A dengan / tanpa B Untuk korban yang
tidak sadar, mempunyai nafas yang tidak kuat atau belum
PMK
Sejarah
Pemadam Kebakaran
Pemadam
Kebakaran Dibentuk Pada Zaman Romawi
Pada
hakekatnya manusia sangat membutuhkan api dalam kehidupan sehari-hari.
Kebutuhan terhadap api itu tak bisa dihindari, karena manusia memerlukan
penerangan ketika datang kegelapan malam. Begitu juga api diperlukan manusia
sebagai alat untuk menghangatkan badan dari cuaca dingin, dan alat perlindungan
dari binatang buas. Dan tentunya manusia menghadapi masalah sebelum mampu
menciptakan api. Seolah-olah unsur panas yang dilihat dan dirasakan manusia
pada waktu itu sebagai akibat letusan gunung berapi atau sambaran petir.
Keadaan ini mendorong manusia untuk berpikir agar dapat mengontrol api,
sehingga api dapat bermanfaat bagi kehidupannya.
Dalam
perkembangan selanjutnya, penggunaan api di masa itu memberi pengaruh dalam
mengakhiri masa nomaden. Hal ini juga berdampak terhadap perkembangan sosial dan
politik seiring dengan perkembangnya pemukiman penduduk yang menetap. Akan
tetapi, api yang sudah diketahui dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetap
dipandang sebagai elemen suci dan hebat. Banyak mitologi yang menganalogikan
api menjadi sifat atau karakter manusia.
Ketika
manusia merasakan pengalaman bahwa api juga bersifat sangat merusak, sejak itu
manusia terdorong untuk mengetahui cara mengontrol keganasan api. Ini terjadi
kira-kira 300 tahun sebelum masehi (SM) di Roma. Ketika itu petugas pemadam
kebakaran dan penjaga malam dibentuk dan ditugaskan kepada sekelompok orang
yang diberi nama Familia Publica dan operasional dari kelompok ini diawasi oleh
komite negara.
Dalam
buku yang berjudul Principles of Protection karya Arthur Cote, P.E dan Percy
Bugbee dijelaskan, di zaman pemerintahan kaisar Agustus (Gaius Julius Caesar
Octavianus) pada 27 SM sampai 12 Masehi, Roma mengembangkan Departemen
Kebakaran untuk tipe penghunian. Dan departemen ini mengorganisir para budak
dan warga negara dalam wadah yang bernama Satuan Jaga (pelayanan penjagaan).
Selanjutnya, dikeluarkan dekrit yang menyatakan seluruh rakyat wajib menjaga
dan mengontrol api.
Adapun
satuan jaga tersebut merupakan organisasi (pemadam kebakaran) yang pertama.
Dibentuknya satuan ini bertujuan untuk melindungi manusia terhadap bahaya
kebakaran. Tugas utama mereka adalah melakukan patroli dan pengawasan pada
malam hari (dilakukan oleh Nocturnes). Dalam perkembangan selanjutnya, setiap
anggota pasukan mempunyai tugas khusus bila terjadi kebakaran. Contohnya,
beberapa anggota (aquarii) membawa air dalam ember ke lokasi kebakaran.
Kemudian, dibangun pipa air (aquaducts) untuk membawa air ke seluruh kota, dan
pompa tangan dikembangkan guna membantu penyemprotan air ke api. Siponarii
adalah sebutan bagi pengawas pompa, dan komandan pemadam kebakaran dinamakan
Praefectus Vigilum yang memikul seluruh tanggung jawab Satuan Siaga.
Sedangkan
hukum Romawi mengutus Quarstionarius (sekarang sama dengan Polisi Kebakaran),
yang bertugas mengklarifikasi sebab-sebab terjadinya kebakaran. Pemerintah
Kerajaan Romawi pada masa itu mulai menentukan kebijakan me-ngenai penggunaan
selang kulit bagi kepentingan pemadaman kebakaran. Petugasnya juga membawa
bantal besar ke lokasi kebakaran, sehingga orang yang terjebak di gedung tinggi
dapat meloncat dan mendarat di atas bantal tersebut.
Marco
Polo mencatat tentang tata negara belahan timur pada abad 13, yakni pasukan
rakyat dari pasukan pengawas dan pasukan kebakaran yang mempunyai tugas
pencegahan kebakaran telah terbentuk di Hangchow. Mereka dalam melaksanakan
tugasnya dapat mengerahkan satu sampai dua ribu orang untuk memadamkan api.
Ribuan pasukan itu dibagi menjadi kelompok yang terdiri dari 10 orang, 5 orang
berjaga pada siang, dan selebihnya berjaga pada malam hari.
Peraturan
Tentang Proteksi Kebakaran
Ketika
kerjaan Romawi jatuh, sangat sedikit dan hampir tidak ada usaha untuk membentuk
organisasi yang melindungi dan mengontrol kebakaran. Hal ini berlangsung dalam
waktu yang cukup lama. Ketika itu hanya ada peraturan tentang proteksi
kebakaran yang bernama Curfew (bahasa Perancis: mengatasi kebakaran) yang
mengharuskan rakyat memadamkan api pada jam tertentu di malam hari. Selain
Curfew, peraturan hampir serupa dibuat di Oxford Inggris pada tahun 872.
Pada
tahun 1189, Wali Kota pertama Inggris membuat peraturan yang mengharuskan
bangunan baru berdinding dan atap batu atau ubin. Sedangkan penggunaan atap
rumah dari ilalang yang sudah cukup tua usianya dilarang. Kemudian, pada tahun
1566, di Manchester dibuat peraturan tentang penyimpanan tentang penyimpanan
bahan bakar yang aman untuk oven roti. Dan peraturan ini merupakan
Undang-undang per-tama yang dibuat dalam rangka pencegahan kebakaran, yang
tidak berhubungan langsung dengan struktur bangunan. Adapun Undang-undang
negara yang pertama kali dibuat adalah Undang-undang Parlemen Inggris (1583),
yang menyangkut ketentuan larangan pembuatan lilin dengan cara mencairkan lemak
di dalam bangunan perumahan. Pada tahun 1647, pembuatan cerobong asap yang
terbuat dari kayu dilarang.
Pada
tahun 1666 di London ter-jadi kebakaran. Atas peristiwa ini dibentuk peraturan
tentang bangunan yang komplit. Namun sampai tahun 1774 belum juga terbentuk
komisi yang bertugas menegakkan peratu-ran. Bisa dibayangkan, betapa mandul nya
peraturan maupun Undang-undang tentang pencegahan kebakaran yang telah dibuat
selama kurun waktu lebih satu abad ketika itu. Sampai tahun 1824 komisi yang
dimaksud di atas belum juga terbentuk. Pada tahun itu di Edinburgh, Skotlandia,
dibentuk pasukan keba-karan. Tugas pasukan ini mengembangkan peraturan mengenai
proteksi kebakaran, dan standar operasi yang lebih maju. Yang ditunjuk sebagai
komandan pasukan kebakaran di Edinburgh adalah peneliti yang bernama James
Braidwood. Ia penulis buku pegangan (handbook) ten-tang operasi Departemen
Kebakaran. Buku pegangan karyanya itu lebih maju dibanding teori sebelumnya
yang dibuat oleh James pada 1830. Buku ini berisikan 396 standar dan gambaran
tentang pelayanan terbaik yang harus dilakukan Departemen Kebakaran.
Pengawas
Kebakaran
Pengawas
kebakaran malam hari dibentuk di kota besar Amerika pada zaman kolonial. Pada
tahun 1654 di Boston, seorang bellman ditugaskan bekerja dari pukul 10 malam
hing-ga pukul 5 pagi. Tiga tahun kemudian, terjadi pembaharuan di New York.
Sipir kebakaran dibantu delapan orang sukarelawan, pengawas kebakaran bertugas
malam hari. Sukarelawan ini disebut sebagai pengawas berderak karena setiap
jaga mereka selalu membunyikan alarm yang bunyinya berderak-derak. Pengawas
kebakaran malam, merupakan lembaga masyarakat sebelum terbentuknya kesatuan
polisi warga yang dibentuk di New York pada tahun 1687. Lembaga ini pertama
kali dibentuk mengingat besarnya kerugian harta benda yang diasuransikan, dan
dipandang sangat penting. Lembaga masyarakat ini mempunyai tugas penting, yaitu
melakukan patroli guna membantu lembaga asuransi yang baru terbentuk agar dapat
diterima masyarakat.
Pada
tahun 1631, di Boston terjadi bencana kebakaran. Setelah peristiwa itu, untuk
pertama kalinya di Amerika dibentuk Undang-undang Kebakaran. Isinya mencakup
larangan penggunaan ilalang untuk atap rumah, penggunaan cerobong asap dari
kayu. Dan ketentuan tersebut dijalankan oleh pemerintahan Boston yang terpilih.
Padan tahun 1647 Amsterdam Baru (sekarang kota New York) menunjuk para tenaga
survei bangunan untuk mengontrol bahaya kebakaran yang melanda bangunan.
Beberapa tahun kemudian, tenaga survei itu dinamakan pengawas kebakaran hunian
lima, yang mempunyai tanggung jawab pencegahan kebakaran umum. Kronologis
tersebut dipandang sebagai cikal bakal lahirnya Departemen Kebakaran di Amerika
Utara.
Pada
tanggal 14 Januari 1653, pemerintah Boston memberikan perintah untuk membeli
mobil pompa. Dalam hal ini, tidak ada catatan dari mana asal mobil pompa dan
kapan diadakan perawatan. Pada saat itu, Undang-undang tambahan tentang
proteksi kebakaran juga dibentuk. Undang-undang pada tahun 1653 ini
mengharuskan seluruh rumah menyimpan kain pel sepanjang 12 kaki. Ini digunakan
bagi keperluan memadamkan kebakaran atap, dan setiap bangunan rumah harus
memiliki tangga yang mampu menjangkau tepi atap. Pada saat yang sama, kota juga
menyediakan tangga, kaitan, dan rantai guna merobohkan rumah di luar jalur
penyebaran api. Senapan serbuk kadang dipakai dalam operasi ini. Dan rumah yang
dirobohkan demi kepentingan mencegah kebakaran tidak menjalar, pemiliknya tidak
menerima ganti rugi. Ketentuan ini memang sudah didekritkan.
Klasifikasi
Jenis Kebakaran
Kebakaran
di Indonesia dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
Kelas
Kebakaran
yang disebabkan oleh benda-benda padat, misalnya kertas, kayu, plastik, karet,
busa dan lain-lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa: air,
pasir, karung goni yang dibasahi, dan Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun
api tepung kimia kering.
Kelas
Kebakaran
yang disebabkan oleh benda-benda mudah terbakar berupa cairan, misalnya bensin,
solar, minyak tanah, spirtus, alkohol dan lain-lainnya. Media pemadaman
kebakaran untuk kelas ini berupa: pasir dan Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau
racun api tepung kimia kering. Dilarang memakai air untuk jenis ini karena
berat jenis air lebih berat dari pada berat jenis bahan di atas sehingga bila
kita menggunakan air maka kebakaran akan melebar kemana-mana
Kelas
Kebakaran
yang disebabkan oleh listrik. Media pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa:
Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung kimia kering. Matikan dulu
sumber listrik agar kita aman dalam memadamkan kebakaran
Prinsip
Pemadaman Kebakaran
Kebakaran
adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita
hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan. Api terjadi karena
persenyawaan dari:
Sumber
panas, seperti energi elektron (listrik statis atau dinamis), sinar matahari,
reaksi kimia dan perubahan kimia.
Benda
mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia, bahan bakar, kayu, plastik dan
sebagainya.
Oksigen
(tersedia di udara)
Apabila
ketiganya bersenyawa maka akan terjadi api. Dalam pencegahan terjadinya
kebakaran kita harus bisa mengontrol Sumber panas dan Benda mudah terbakar,
misalnya Dilarang Merokok ketika Sedang Melakukan Pengisian Bahan Bakar,
Pemasangan Tanda-Tanda Peringatan, dan sebagainya.
Apabila
sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan adanya Oksigen
dalam kebakaran tersebut. Contoh mudahnya seperti ketika kita menghidupkan
lilin, lalu coba kita tutup dengan gelas maka api pada lilin tersebut akan mati
karena oksigen yang berada di luar gelas tidak dapat masuk dan oksigen yang
berada dalam gelas berubah menjadi Karbon Dioksida (CO2) yang mematikan api.
Ketika kita memadamkan kebakaran dengan mengunakan APAR, karung goni yang basah
dan pasir yang terjadi adalah kita mengisolasi adanya oksigen dalam api
tersebut asal semua permukaan api tertutupi oleh ketiga media pemadaman tersebut
dan api akan mati seperti lilin yang kita tutup memakai gelas tadi. Bila kita
menggunakan air sebagai media pemadaman maka terjadi reaksi pendinginan panas
dan isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.
Peralatan
Pencegahan Kebakaran
APAR
/ Fire Extinguishers / Racun Api
Peralatan
ini merupakan peralatan reaksi cepat yang multi guna karena dapat dipakai untuk
jenis kebakaran A,B dan C. Peralatan ini mempunyai berbagai ukuran beratnya,
sehingga dapat ditempatkan sesuai dengan besar-kecilnya resiko kebakaran yang
mungkin timbul dari daerah tersebut, misalnya tempat penimbunan bahan bakar
terasa tidak rasional bila di situ kita tempatkan racun api dengan ukuran 1,2
Kg dengan jumlah satu tabung. Bahan yang ada dalam tabung pemadam api tersebut
ada yang dari bahan kinia kering, foam / busa dan CO2, untuk Halon tidak
diperkenankan dipakai di Indonesia.
Hydran
Ada
3 jenis hydran, yaitu hydran gedung, hydran halaman dan hydran kota, sesuai
namanya hydran gedung ditempatkan dalam gedung, untuk hydran halaman ditempatkan
di halaman, sedangkan hydran kota biasanya ditempatkan pada beberapa titik yang
memungkinkan Unit Pemadam Kebakaran suatu kota mengambil cadangan air.
Detektor
Asap / Smoke Detector
Peralatan
yang memungkinkan secara otomatis akan memberitahukan kepada setiap orang
apabila ada asap pada suatu daerah maka alat ini akan berbunyi, khusus untuk
pemakaian dalam gedung.
Fire
Alarm
Peralatan
yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada setiap orang akan adanya bahaya
kebakaran pada suatu tempat
Sprinkler
Peralatan
yang dipergunakan khusus dalam gedung, yang akan memancarkan air secara
otomatis apabila terjadi pemanasan pada suatu suhu tertentu pada daerah di mana
ada sprinkler tersebut
Pencegahan
Kebakaran
Setelah
kita mengetahui pengklasifikasian, prinsip pemadaman dan perlengkapan pemadaman
suatu kebakaran maka kita harus bisa mengelola kesemuanya itu menjadi suatu
sistem manajemen /pengelolaan pencegahan bahaya kebakaran.
Kita
mengambil contoh dari pengelolaan pencegahan kebakaran pada bangunan tinggi.
Identifikasi
bahaya yang dapat mengakibatkan kebakaran pada gedung itu.
Bahan
Mudah Terbakar, seperti karpet, kertas, karet, dan lain-lain
Sumber
Panas, seperti Listrik, Listrik statis, nyala api rokok dan lain-lain
Penilaian
Resiko
Resiko
tinggi karena merupakan bangunan tinggi yang banyak orang
Monitoring
Inspeksi
Listrik, Inspeksi Bangunan, Inspeksi Peralatan Pemadam Kebakaran, Training,
Fire Drill / Latihan Kebakaran dan lain-lain
Recovery
/ Pemulihan
Emergency
Response Plan / Rencana Tindakan Tanggap Darurat, P3K, Prosedur-Prosedur, dan
lain-lain.
Pengetahuan
Dasar DAMKAR
Sebelum
kita dapat melakukan usaha penanggulangan kebakaran, adalah wajar apabila kita
perlu untuk mengetahui dan mengenal terlebih dahulu apa dan bagaimanakah
kebakaran itu. Setelah itu maka kita akan menyadari bahwa peristiwa/masalah
kebakaran sesungguhnya merupakan masalah yang menjadi ancaman bagi semua orang,
baik disadari ataupun tidak.
Untuk
itu tulisan ini dibuat tanpa maksud menggurui mengajak semua pihak untuk lebih
mengenal tentang Kebakaran khususnya api dengan lebih baik.
KIMIA
API
Kita
semua tahu bahwa untuk dapat menghadapi dan mengalahkan musuh, kita harus tahu
segala hal tentang musuh kita kekuatan, kelemahan, strategi perang, dan
lainnya. Memiliki gambaran tentang kemungkinan aksi yang akan dilakukan oleh
musuh, membuat kita dapat membuat rencana untuk menga-tasi aksi tersebut, dan
lebih baik lagi melakukan pencegahan agar aksi tersebut tidak dapat berjalan. Demikian
juga apabila kita mengahadapi masalah kebakaran, kita harus tahu tentang
bagaimanakah api dapat terjadi, bagaimana api dapat menyebar, apa yang dapat
menimbulkan api, bagaimana mencegah api timbul, dan banyak lagi, sehingga kita
siap menghadapi musuh kita semua, yaitu kebakaran.
A.
PEMBAKARAN
Pembakaran
dan api adalah dua kata yang akan selalu berhubungan dan dalam ilmu kebakaran
dua kata tersebut sudah menjadi tak terpisahkan.
Pembakaran/api
adalah peristiwa proses reaksi oksidasi cepat yang biasanya menghasilkan panas
dan cahaya (energi panas dan energi cahaya).
Selanjutnya
apakah reaksi oksidasi itu?; Dalam konteks masalah kebakaran dapat dikatakan
bahwa reaksi oksidasi adalah reaksi pengikatan unsur oksigen oleh
reduktor/pereduksi (bahan bakar). Sedang dalam konteks lebih luas, dalam ilmu
kimia, reaksi oksidasi didefinisikan sebagai reaksi pemberian elektron oleh
oksidator/pengoksidasi kepada reduktor/pereduksi.
Di
atas telah disebutkan bahwa pembakaran/api adalah peristiwa oksidasi cepat, berarti
ada reaksi oksidasi lambat. Untuk rekasi oksidasi lambat sebagai contohnya
adalah peristiwa perkaratan besi.
Satu
hal yang perlu di pahami adalah bahwa hanya gas yang dapat terbakar. Jadi bahan
bakar dengan bentuk fisik padatan dan cairan sebelum ia dapat terbakar ia harus
dirubah dahulu ke bentuk fisik gas. Untuk bahan bakar padat harus mengalami
pyrolysis, sehingga ter-bentuk gas-gas yang lebih seder-hana yang akan
terbakar. Sedang untuk bahan bakar bentuk cairan oleh panas akan diuapkan, lalu
uap bahan bakar tadi yang akan terbakar.
Kembali
ke masalah kebakaran ada peristiwa yang sering terjadi seiring dengan
kebakaran, yaitu ledakan/explosion. Ledakan/explosion adalah peristiwa oksidasi
yang sangat cepat.
B.
NYALA API
Selama
ini api, umumnya, selalu identik dengan nyala api, sesungguhnya ini adalah
salah satu dari bentuk api. Nyala api sesung-guhnya adalah gas hasil reaksi
dengan panas dan cahaya yang ditimbulkannya. Warna dari nyala api ditentukan
oleh bahan-bahan yang bereaksi (terbakar). Warna yang dihasilkan oleh gas
hidrokarbon, yang bereaksi sempurna dengan udara (oksigen) adalah biru terang.
Nyala api akan lebih mudah terlihat ketika karbon dan padatan lainnya atau
liquid produk antara dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna naik dan berpijar
akibat temperatur dengan warna merah, jingga, kuning, atau putih, tergantung
dari tem-peraturnya.
C.
BARA API
Bara
api memiliki cirri khas yaitu tidak terlihatnya nyala api, akan tetapi adanya
bahan-bahan yang sangat panas pada permukaan dimana pembakaran terjadi. Contoh
yang baik untuk bara api adalah batu bara. Warna dari bara api pada permukaan
benda berhubungan dengan temperaturnya. Beberapa warna yang terlihat dan
tempe-raturnya ditampilkan seperti di tabel 1.
SEGITIGA
API
Dari
bahasan sebelumnya kita telah tahu bahwa pembakaran/api adalah suatu reaksi
oksidasi, jadi harus ada oksidator/pengoksidasi dan reduktor/ pereduksi/bahan
yang dioksidasi. Dari sini kita telah men-dapatkan dua komponen
peristiwa/reaksi pembakaran/api, yaitu oksidator yaitu oksigen dan reduktor di
sini adalah bahan bakar. Lalu selain itu apa lagi? Dalam kehidupan sehari-hari
kita mengetahui bahwa suatu benda yang dapat terbakar (bahan bakar) dalam
kondisi normal tidaklah terbakar, baru apabila kita panaskan untuk beerapa lama
dia akan dapat terbakar. Ini juga berarti kita telah mendapatkan satu lagi
komponen pembakaran/api, dari apa yang sudah umum kita ketahui.
Dalam
ilmu kebakaran ketiga komponen tersebut dikenal dengan segitiga api, yaitu
sebuah bangun dua dimensi berbentuk segitiga sama sisi. Dimana masing-masing
sisi mewakili satu komponen kebakaran/api, yaitu: Oksigen, Panas dan Bahan
bakar.
Lalu
mengapa segitiga sama sisi? Jawabannya adalah bahwa suatu peristiwa/reaksi
pembakaran akan dapat terjadi apabila ketiga komponen tersebut berada dalam
keadaan keseimbangannya. Kese-imbangan dimaksud di sini bukanlah sama dalam
jumlah atau banyaknya, akan tetapi suatu bahan akan dapat terbakar apabila
kondisi di mana terjadi/akan terjadi pembakaran/api memiliki perbandingan tertentu
antara bahan dimaksud dengan oksigen yang harus tersedia. Selain itu kondisi
temperatur bahan dan atau lingkungan reaksi memiliki tem-peratur (yang
menggambarkan tingkat kepanasan suatu benda) tertentu juga.
D.
OKSIGEN
Pada
sisi pertama dari segitiga adalah oksigen. Oksigen adalah gas yang tidak dapat
terbakar (nonflam-meable gas) dan juga merupakan satu kebutuhan untuk kehidupan
yang sangat mendasar. Di atas permukaan laut, atmosfir kita me-miliki oksigen
dengan konsentrasi sekitar 21%. Sedang untuk ter-jadinya pembakaran/api oksigen
dibutuhkan minimal 16%. Kembali lagi, oksigen itu sendiri tidak terbakar, ia
hanya mendukung proses pembakaran.
E.
PANAS
Sisi
kedua adalah panas. Panas adalah suatu bentuk energi yang dibutuhkan untuk
meningkatkan temperatur suatu benda/ bahan bakar sampai ketitik dimana jumlah
uap bahan bakar tersebut tersedia dalam jumlah cukup untuk dapat terjadi
penyalaan.
1.
Sumber-sumber Panas
Sumber-sumber
panas/energi panas sangatlah beragam, dapat disebutkan disini adalah:
Arus
listrik
Panas
akibat arus listrik dapat terjadi akibat adanya hambatan terhadap aliran arus,
kelebihan beban muatan, hubungan pendek, dan lain-lain;
Kerja
mekanik
Panas
yang dihasilkan oleh kerja mekanik biasanya dari gesekan dua benda atau gas
yang diberi tekanan tinggi;
Reaksi
kimia
Pada
reaksi kimia, hubungan dengan panas, terdapat dua macam reaksi yaitu reaksi
endotermis dan eksotermis. Reaksi endotermis adalah reaksi yang mem-butuhkan
panas untuk dapat berjalan, sedang rekasi eksotermis adalah kebalikannya yaitu
menghasilkan panas dan reaksi inilah yang merupakan sumber panas. Reaksi kimia
disini tidak hanya terbatas pada reaksi perubahan atau pembentukan senyawa
baru, akan tetapi dapat juga dalam bentuk proses pencampuran dan atau
pelarutan;
Reaksi
nuklir
Reaksi
nuklir yang menghasilkan panas dapat berupa fusi atau fisi.
Radiasi
matahari
Sinar
matahari dapat menjadi sumber panas yang dapat menye-babkan kebakaran apabila
intensitasnya cukup besar, atau di ter/difokuskan oleh suatu alat optik.
2.
Cara-cara Perpindahan Panas
Panas
dapat berpindah dan dalam suatu kejadian kebakaran perpindahan panas ini harus
mendapat perhatian yang besar, karena apabila perpindahan panas tidak
terkontrol akan dapat mengakibatkan kebakaran meluas dan atau mengakibatkan
kebakaran lain.
Perpindahan
panas ini dapat terjadi dengan berbagai cara, yaitu: konduksi, konveksi dan
radiasi; dan khusus dalam masalah kebakaran ada juga yang disnyulutan langsung.
Konduksi
Konduksi
adalah perpindahan panas yang terjadi secara molekuler, jadi panas berpindah di
dalam suatu bahan penghantar (konduktor) dari satu titik ketitik lain yang
memiliki temperatur lebih rendah. Sebagai gambaran adalah apabila kita
memanaskan salah satu ujung sebuah tongkat besi maka lambat laun panas akan
berpindah keujung lainnya, sedangkan tongkat tersebut tidak berubah bentuk.
Konveksi
Konveksi
adalah perpindahan panas yang berhubungan dengan bahan fluida atau bahan yang
dapat mengalir dalam bentuk gas atau cairan. Pada konveksi panas berpindah
dengan berpindahnya bahan penghantar, atau lebih tepat bahan pembawa panas
tersebut. Sebagai gambaran adalah apabila terjadi kebakaran di lantai bawah
sebuah bangunan bertingkat, maka panas akan dibawa oleh asap atau gas hasil
pembakaran yang panas ke lantai di atasnya.
Radiasi
Perpindahan
panas dengan cara radiasi tidak membutuhkan suatu bahan penghantar seperti pada
dua perpindahan panas sebe-lumnya. Pada radiasi panas berpindah secara
memancar, jadi panas dipancarkan segala arah dari suatu sumber panas. Sebagai
contohnya adalah radiasi sinar matahari, yang kita semua tahu bahwa dari jarak
yang jutaan kilometer melalui ruang kosong di antariksa panas matahari dapat
sampai ke bumi.
F.
BAHAN BAKAR
Sisi
yang lain (ke-tiga) adalah bahan bakar. Berbeda dengan apa yang umum disebut
sebagai bahan bakar oleh setiap orang, bahan bakar dalam hubungannya dengan
ilmu kebakaran adalah setiap benda, bahan atau material yang dapat terbakar dianggap
sebagai bahan bakar. Apabila kita perhatikan, maka akan kita dapati bahwa hidup
kita selalu dikelilingi oleh bahan bakar. Oleh karena itu adalah sesuatu yang
wajib bagi kita untuk selalu siap siaga menghadapi ancaman bahaya kebakaran.
Ada
beberapa istilah yang perlu diketahui dalam hubungannya dengan bahan bakar,
yaitu:
Flash
point: temperatur terendah pada saat dimana suatu bahan bakar cair menghasilkan
uap dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan nyala sesaat dari campuran bahan
bakar dan udara (oksigen).
Fire
point : temperatur (akibat pemanasan) dimana suatu bahan bakar cair dapat
memproduksi uap dengan cukup cepat sehingga memungkinkan terjadinya pembakaran
yang kontinyu/terus menerus.
TETRAHEDRON
API
Pada
perkembangan selanjutnya,ditemukan bahwa selain ketiga komponen seperti yang
dimaksud dalam segitiga api ada lagi komponen keempat dalam proses pembakaran
yang dibutuhkan oleh proses pembakaran untuk mendukung kesinambungannya dan
juga untuk bertambah besar, yaitu rantai reaksi kimia antara bahan bakar dengan
bahan pengoksidasi/oksidator. Seiring dengan menyalanya api, molekul bahan
bakar juga berkurang berubah menjadi molekul yang lebih sederhana. Dengan
berlanjutnya proses pembakaran, naiknya temperatur menyebabkan oksigen tambahan
terserap ke area nyala api. Lebih banyak molekul bahan bakar akan terpecah,
bergabung ke rantai reaksi, mencapai titik nyalanya, mulai menyala, menyebabkan
naiknya temperatur, menyeap oksigen tambahan, dan melanjutkan rantai reaksi.
Proses rantai reaksi ini akan berlanjut sampai seluruh substansi/bahan yang
terkait mencapai area yang lebih dingin dinyala api. Selama tersedia bahan
bakar dan oksigen dalam jumlah yang cukup, dan selama temperatur
mendukung,reaksi rantai akan meningkatkan reaksi pembakaran. Sehingga dengan
demikian segitiga api tadi dengan adanya faktor rantai reaksi kimia, yang juga
termasuk komponen pembakaran, berubah menjadi satu bangun tiga dimensi segitiga
piramida (tetrahedron).
GAS
BERACUN HASIL PEMBAKARAN
Selain
bahaya panas tinggi ternyata ada satu bahaya yang menjadi penyebab utama
kematian dalam peristiwa kebakaran, yaitu asap. Mengapa asap menjadi penyebab
utama? Hal ini dikarenakan asap mengandung bermacam-macam gas beracun yang
dihasilkan oleh peristiwa pembakaran.
Beberapa
gas beracun yang paling banyak dan selalu ada pada peristiwa kebakaran dapat
dilihat dibawah ini.
Karbon
monoksida (Carbon monoxide)
Karbon
monoksida (CO) adalah pembunuh terbesar dalam peristiwa kebakaran karena
tingkat kehadirannya yang sangat tinggi dan juga cepatnya ia mencapai
konsentrasi mematikan pada peristiwa kebakaran. Karbon monoksida adalah hasil
produksi dari pembakaran tidak sempurna yang dihasilkan dari pembakaran
senyawa-senyawa organic dan berbagai bentuk karbon. Sering juga kematian akibat
karbon monoksida terjadi akibat masuknya asap knalpot ke kabin mobil.
Karbon
monoksida berbahaya karena ia adalah gas yang tidak berbau, tidak berwarna, dan
tidak terlihat. Gas ini mematikan pada konsentrasi 1,28 persen volume dalam
udara dalam 1 sampai 3 menit; 0,64 persen mematikan dalam 10 sampai 15 menit;
0,32 persen mematikan dalam 30 sampai 60 menit, dan 0,16 persen mematikan dalam
waktu 2 jam. Pada konsentrasi 0,05 persen gas ini tetap menyimpan bahaya.
Karbon
dioksida (Carbon dioxide)
Karbon
dioksida (Carbon dioxide) adalah hasil dari pembakaran sempurna senyawa organic
atau senyawa karbon. Bertambahnya konsentrasi karbon dioksida akan
mengakibatkan meningkatnya kecepatan pernafasan; sampai di mana tubuh tidak
mampu lagi. Kegagalan pernafasan akhirnya akan terjadi. Karbon dioksida dalam
jumlah yang sangat banyak dapat mengakibatkan sesak nafas karena kekurangan
oksigen dalam darah, selain itu juga dapat berfungsi sebagai bahan pemadam api.
Konsentrasi lebih dari 5 persen di lingkungan dapat merupakan tanda
bahaya,bukan karena keberadaannya akan tetapi karena kondisi tersebut adalah
kondisi yang jauh dari kondisi normal.
Hidrogen
sianida (Hydrogen cyanide)
Walau
Hidrogen sianida (HCN) jauh lebih beracun dari Karbon monoksida tetapi dalam
kebakaran,biasanya, jumlahnya sangat kecil. Pada konsentrasi 100 ppm dapat
menyebabkan kematian dalam waktu 30 sampai 60 menit. Hidrogen sianida dihasikan
dari pembakaran senyawan hirokarbon terklorinasi di udara, plastik, kulit
karet, sutra, wool, atau juga kayu. Seperti halnya karbon monoksida hydrogen
sianida lebih ringan dari udara sehingga tingkat bahayanya lebih tinggi pada
kebakaran dalam ruangan, dibanding kebakaran luar ruangan.
Phosgene
(COCl2)
Phosgene
juga dihasilkan pada dekomposisi atau pembakaran senyawa hidrokarbon
terklorinasi, seperti karbon tetraklorida, Freon, atau etilene diklorida.
Phosgene beracun dan berbahaya pada konsentrasi yang sangat kecil sekalipun.
Konsntrasi 25 ppm dapat mematikan dalam waktu
30
sampai 60 menit.
Hidrogen
klorida (Hydrogen Chloride)
Hidrogen
klorida (HCl) dihasilkan oleh pembakaran bahan-bahan yang mengandung klorin.
Walau tidak beracun seperti hydrogen sianida ataupun phosgene, HCl berbahaya
apabila kita berada dalam waktu yang cukup lama di lingkungan yang terdapat gas
ini.
TAHAPAN
KEBAKARAN DALAM RUANGAN
Pada
umumnya kebakaran dalam ruangan dengan terbagi dalam tiga tahapan.
Masing-masing tahapan memiliki ciri-ciri karaktersitik dan efeknya berhubungan
dengan bahan yang terbakar yang berbeda-beda. Lama dari masing-masing tahapan
bervariasi tergantung keadaan dari penyulutan, bahan bakar, dan ventilasi, akan
tetapi secara keseluruhan tahapannya adalah kebakaran awal kebakaran bebas
kebakaran menyurut.
A.
Kebakaran Tahap Awal Ini adalah tahapan awal dari suatu kebakaran setelah
terjadi penyulutan.
Nyala
api masih terbatas dan pembakaran dengan lidah api terlihat. Konsntrasi Oksigen
dalam ruangan masih dalam kondisi normal (21%) dan temperatur dalam ruangan
secara keseluruhan belum meningkat. Gas panas hasil pembakaran dalam betuk
kepulan bergerak naik dari titik nyala. Dalam kepulan gas panas terkandung
bermacam-macam material seperti deposit karbon (jelaga) ataupun padatan lain,
uap air, H2S, CO2, CO, dan gas beracun lainnya,semuanya tergantung dari jenis
bahan bakar atau bahan yang terbakar. Panas akan dihantar secara konveksi oleh
material-material tadi ke atas ruangan dan mendorong oksigen kebawah yang
berarti ke titik nyala untuk mendukung pembakaran selanjutnya.
B.
Tahap Penyalaan-bebas
Kebakaran
akan menghebat sejalan dengan bertambahnya bahan yang terbakar. Konveksi,
konduksi, dan kontak langsung memperluas perambatan api dan keluar dari bahan
bahakar awal sampai bahan didekatnya mencapai temperatur penyalaannya dan mulai
terbakar. Radiasi panas dari nyala api mulai menyebabkan bahan bahan lain
mencapai titik nyalanya, memperluas kebakaran kesamping. Kecepatan perluasan
kebakaran kesamping tergantung dari berapa dekat bahan di dekatnya dan juga
susunan bahannya. Gas panas yang dihasilkan pembakaran berkumpul di
langit-langit ruangan membentuklapisan asap. Temperatur dari lapisan asp ini
meningkat. Lapisan yang lebih tinggi di ruangan tersebut memiliki konsentrasi
oksigen paling rendah; temperatur tinggi; dan jelaga, asap, dan produk
pirolisis yang belum terbakar sempurna pada saat itu sangatlah berbeda dengan
kondisi di dekat lantai ruangan. Pada daerah dekat lantai lapisan udaranya
masih relatif dingin dan mengandung udara segar (konsentrasi oksigen mendekati
normal) yang bercampur dengan hasil pembakaran. Kemungkinan untuk hidup masih
cukup di dalam ruangan apabila seseorang bertahan pada posisi merendah pada
lapisan dingin dan tidak menghirup gas di bagian atas. Ketika lapisan panas
mencapai titik kritisnya pada + 600oC (1100oF), ini sudah cukup untuk
menghasilkan radiasi panas yang menyebabkan bahan bakar lainnya (seperti karpet
dan furnitur) di dalam ruang mencapai titik nyalanya. Pada saat ini seisi
ruangan akan menyala secara serentak, dan ruangan dikatakan mengalami
flashover. Saat ini terjadi, temperatur seluruh ruangan mencapai titik
maksimalnya dan kemungkinan hidup dalam berada di dalam ruangan ini untuk lebih
dari beberapa detik sangat tidak mungkin. Flashover oleh ahli ilmu kebakaran
didefinisikan sebagai proses pengembangan, radiasi, dan pembakaran lengkap dari
semua bahan bakar dalam suatu ruangan.
Api/kebakaran
adalah suatu aksi kesetimbangan kimia antara bahan bakar, udara, dan temperatur
(bahan bakar oksigen - panas). Apabila ventilasi terbatas, pertumbuhan api
akan
lambat, peningkatan temperatur akan lebih bertahap, asap akan dihasilkan lebih
banyak, dan penyalaan gas panas akan tertunda sampai didapat tambahan udara
(oksigen) yang cukup.
C.
Tahap Api Mengecil
Akhirnya,
bahan bakar habis dan nyala api secara bertahap akan berkurang dan berkurang.
Apabila konsentrasi oksigen dibawah 16%, nyala api dari pembakaran akan
berhenti meskipun masih terdapat bahan bakar yang belum terbakar. Pembakaran
yang terjadi adalah pembakaran tanpa nyala api. Temperatur masih tinggi di
dalam ruangan, tergantung dari bahan penyekat dan ventilasi dari ruangan
tersebut. Beberapa bahan masih mengalami pirolisis atau terbakar tidak sempurna
menghasilkan gas karbon monoksida dan gas bahan bakar lain, jelaga, dan bahan bakar
lain yang terkandung dalam asap. Apabila ruangan tidak memiliki ventilasi yang
cukup, maka akan terbentuk campuran gas yang dapat terbakar. Maka apabila ada
sumber penyalaan yang baru, akan dapat terjadi kebakaran kedua diruangan
tersebut, sering disebut backdraft atau ledakan asap.
Letusan
Gunung Api
Letusan
gunung api adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan
istilah "ERUPSI". Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan
zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng.Pada batas lempeng
inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga mampu
melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar (MAGMA). Magma akan
mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui rekahan- rekahan mendekati
permukaan bumi.
Setiap
gunung api memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan
atau produk yang dihasilkannya. Akan tetapi apapun jenis produk tersebut
kegiatan letusan gunung api tetapmembawa bencana bagi kehidupan. Bahaya letusan
gunung api memiliki resiko merusak dan mematikan.
Bahaya
Letusan Gunung Api di bagi menjadi dua berdasarkan waktu kejadiannya, yaitu
A.
Bahaya Utama (Primer)
1.Awan
Panas
Merupakan
campuran material letusan antara gas dan bebatuan (segala ukuran) terdorong ke
bawah akibat densitas yang tinggi dan merupakan adonan yang jenuh menggulung
secara turbulensi bagaikan gunung awan yang menyusuri lereng. Selain suhunya
sangat tinggi, antara 300 - 700º Celcius, kecepatan lumpurnya pun sangat tinggi,
> 70km/jam (tergantung kemiringan lereng).
2.Lontaran
Material (pijar)
Terjadi
ketika letusan (magmatik) berlangsung. Jauh lontarannya sangat tergantung dari
besarnya energi letusan, bisa mencapai ratusan meter jauhnya. Selain suhunya
tinggi(>200ºC), ukuran materialnya pun besar dengan diameter > 10 cm
sehingga mampu membakar sekaligus melukai, bahkan mematikan mahluk hidup. Lazim
juga disebut sebagai "bom vulkanik".
3.Hujan
Abu lebat
Terjadi
ketika letusan gunung api sedang berlangsung. Material yang berukuran halus
(abu dan pasir halus) yang diterbangkan angin dan jatuh sebagai hujan abu dan
arahnya tergantung dari arah angin. Karena ukurannya yang halus, material ini
akan sangat berbahaya bagi pernafasan, mata, pencemaran air tanah, pengrusakan tumbuh-tumbuhan
dan mengandung unsur-unsur kimia yang bersifat asam sehingga mampu
mengakibatkan korosi terhadap seng dan mesin pesawat.
4.Lava
Merupakan
magma yang mencapai permukaan, sifatnya liquid (cairan kental dan bersuhu
tinggi, antara 700 - 1200ºC. Karena cair,maka lava umumnya mengalir mengikuti
lereng dan membakar apa saja yang dilaluinya. Bila lava sudah dingin, maka
wujudnya menjadi batu (batuan beku) dan daerah yang dilaluinya akan menjadi
ladang batu.
5.Gas
Racun
Muncul
tidak selalu didahului oleh letusan gunung api sebab gas ini dapat keluar
melalui rongga-rongga ataupun rekahan-rekahan yang terdapat di daerah gunung
api. Gas utama yang biasanya muncul adalah CO2, H2S, HCl, SO2, dan CO. Yang
kerap menyebabkan kematian adalah gas CO2. Beberapa gunung yang memiliki
karakteristik letusan gas beracun adalah Gunung Api Tangkuban Perahu,Gunung Api
Dieng, Gunung Ciremai, dan Gunung Api Papandayan.
6.Tsunami
Umumnya
dapat terjadi pada gunung api pulau, dimana saat letusan terjadi material-material
akan memberikan energi yang besar untuk mendorong air laut ke arah pantai
sehingga terjadi gelombang tsunami. Makin besar volume material letusan makin
besar gelombang yang terangkat ke darat. Sebagai contoh kasus adalah letusan
Gunung Krakatau tahun 1883.
B.
Bahaya Ikutan (Sekunder)
Bahaya
ikutan letusan gunung api adalah bahaya yang terjadi setelah proses peletusan
berlangsung. Bila suatu gunung api meletus akan terjadi penumpukan material
dalam berbagai ukuran di puncak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan
tiba, sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan tercipta
adonan lumpur turun ke lembah sebagai banjir bebatuan, banjir tersebut disebut
lahar.
Persiapan
Dalam Menghadapi Letusan Gunung Berapi
Mengenali
daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi.
Membuat
perencanaan penanganan bencana.
Mempersiapkan
pengungsian jika diperlukan.
Mempersiapkan
kebutuhan dasar
Jika
Terjadi Letusan Gunung Berapi
Hindari
daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah aliran lahar.
Ditempat
terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas. Persiapkan diri untuk
kemungkinan bencana susulan.
Kenakan
pakaian yang bisa melindungi tubuh seperti: baju lengan panjang, celana
panjang, topi dan lainnya.
Jangan
memakai lensa kontak.
Pakai
masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung
Saat
turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan.
Setelah
Terjadi Letusan Gunung Berapi
Jauhi
wilayah yang terkena hujan abu
Bersihkan
atap dari timbunan abu. Karena beratnya, bisa merusak atau meruntuhkan atap
bangunan.
Hindari
mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin
Penyebab
Terjadinya Gempa Bumi
1.
Proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi
2.
Aktivitas sesar di permukaan bumi
3.
Pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadi runtuhan tanah
4.
Aktivitas gunung api
5.
Ledakan nuklir
Mekanisme
perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan keseluruh bagian
bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan
runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa. Getaran gempa juga
dapat memicu terjadinya tanah longsor,runtuhan batuan, dan kerusakan tanah
lainnya yang merusak permukiman penduduk. Gempa bumi juga menyebabkan bencana
ikutan berupa kebakaran,kecelakaan industri dan transportasi serta banjir
akibat runtuhnya bendungan maupun tanggul penahan lainnya.
Gejala
dan Peringatan Dini
1.
Kejadian mendadak/secara tiba-tiba
2.
Belum ada metode pendugaan secara akurat
Tips
Penanganan Jika Terjadi Gempa Bumi
Jika
gempa bumi menguncang secara tiba-tiba, berikut ini 10 petunjuk yang dapat
dijadikan pegangan di manapun anda berada.
a. Di
dalam rumah
Getaran
akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu, anda harus mengupayakan
keselamatan diri anda dan keluarga anda. Masuklah kebawah meja untuk melindungi
tubuh anda dari jatuhan benda-benda. Jika anda tidak memiliki meja, lindungi kepala
anda dengan bantal.
Jika
anda sedang menyalakan kompor, maka matikan segera untuk mencegah terjadinya
kebakaran.
b.
Di sekolah
Berlindunglah
di bawah kolong meja, lindungi kepala dengan tas atau buku, jangan panik, jika
gempa mereda keluarlah berurutan mulai dari jarak yang terjauh ke pintu,
carilah tempat lapang, jangan berdiridekat gedung, tiang dan pohon.
c.
Di luar rumah
Lindungi
kepada anda dan hindari benda-benda berbahaya. Di daerah perkantoran atau
kawasan industri, bahaya bisa muncul dari jatuhnya kaca-kaca dan papan-papan
reklame. Lindungi kepala anda dengan menggunakan tangan, tas atau apapun yang
anda bawa.
d.
Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall
Jangan
menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti semua petunjuk dari
petugas atau satpam.
e.
Di dalam lift
Jangan
menggunakan lift saat terjadi gempa bumi atau kebakaran. Jika anda merasakan
getaran gempa bumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah semua tombol.
Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanannya dan mengungsilah. Jika anda
terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone jika
tersedia.
f.
Di kereta api
Berpeganganlah
dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan terjatuh seandainya kereta
dihentikan secara mendadak. Bersikap tenanglah mengikuti penjelasan dari
petugas kereta. Salah mengerti terhadap informasi petugas kereta atau stasiun
akan mengakibatkan kepanikan.
g.
Di dalam mobil
Saat
terjadi gempa bumi besar, anda akan merasa seakan-akan roda mobil anda gundul.
Anda akan kehilangan kontrol terhadap mobil dan susah mengendalikannya. Jauhi
persimpangan, pinggirkan mobil anda di kiri jalan dan berhentilah. Ikuti
instruksi dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah dari mobil,
biarkan mobil tak terkunci.
h.
Di gunung/pantai
Ada
kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah langsung ke tempat
aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami. Jika anda merasakan getaran
dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah mengungsi ke dataran yang tinggi.
i.
Beri pertolongan
Sudah
dapat diramalkan bahwa banyak orang akan cedera saat terjadi gempa bumi besar.
Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah sakit akan mengalami kesulitan datang
ke tempat kejadian, maka bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada
orang-orang yang berada disekitar anda.
j.
Dengarkan informasi
Saat
gempa bumi besar terjadi, masyarakat terpukul kejiwaannya. Untukmencegah
kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang dan bertindaklah sesuai
dengan informasi yang benar. Anda dapat memperoleh informasi yag benar dari
pihak yang berwenang atau polisi. Jangan bertindak karena informasi orang yang
tidak jelas.
Post a Comment